Samiaji atau Pembarep Pandawa |
Karena jujur dan sabar harus disertai kesumerahan, maka ia mampu memenjarakan nafsu. kesabaran tanpa kesumerahan belum dapat dikatan sabar. Untuk melukiskan sejauh mana kesabaran dan kesumerahannya, dijelaskan dalam kisah sebagai berikut:
Ketika
itu Pandawa sedang berada di hutan Kamiaka. Mereka sedang menjalani hukuman
buang selama 13 tahun akibat tipu daya kaum Kurawa. Lapar dan dahaga serta
bahaya yang setiap saat mengancam merupakan derita yang amat sangat. Tetapi
berkat keteguhan dan ketabahan serta tak putus-putus berdo'a kepada Hyang Maha
Tunggal kesemua itu dapat diatasi.
Sanghyang Dharma |
"Tulisan
neraca Maha Agung tak dapat diubah lagi. Andaipun kita bertindak, tetapi tidak
akan merubah nasib, dik. Malapetaka ini harus kita jadikan pelajaran untuk
memperkuat jiwa dan pikiran agar siap menghadapi segala tantangan hidup,"
ujar Yudhistira. Sabar dan kesumerahan Yudhistira membuat adik-adiknya tunduk
tak berani membantah.
Pada
suatu hari terjadi musibah menimpa keluarga Pandawa. Arjuna, Nakula dan Sadewa
ditemukan ajal setelah minum air kolam di tengah hutan itu. Rupa-rupanya kolam
itu ada penunggunya. Dengan perasaan sedih Yudhistira berkata: "Duh, Dewata, siapa yang tega mencabut nyawa adik-adikku. habislah harapanku untuk
merebut negeri Astina. Dinda Arjuna, kaulah andalan kami, tapi kini kau telah
pergi untuk selama-lamanya. Apa dayaku," ratapnya.
Para Dewa Khayangan |
"Hamba
mohon maaf atas kelancangan adik-adik hamba. Jika memang kematiannya sudah
kehendak Hyang Pinasti, hama relakan. Tetapi jika kematiannya belum waktunya,
sudi kiranya tuan menolong menghidupkannya kembali," pintanya. "Aku
bersedia menghidupkan salah seorang diantara mereka, asal kau bersedia menjawab
beberapa pertanyaanku," kata suara itu.
"Hamba
akan menurut kehendak tuan, Silahkan tuan bertanya barangkali hamba dapat
menjawabnya," "Baik, dengarkan. Pertanyaan pertama: Siapa musuh yang
paling gagah suka membunuh tapi sukar dilawan?"
"Menurut
hamba musuh yang paling gagah adalah hawa nafsu yang bersemayam di dalam diri
sendiri. Ia suka membunuh apabila diperturutkan keinginannya. Ia sukar dilawan
jika iman kita lemah," jawab Yudhistira.
"Jawabanmu
benar. Sekarang pertanyaan kedua: Yang bagaimana orang yang baik itu dan
bagaimana orang yang buruk itu?"
"Menurut
hamba orang yang baik adalah orang yang berbudi luhur mau menolong yang susah
dan kasih sayang terhadap sesama. Sedangkan orang yang buruk adalah orang yang
tak menaruh belas kasih dan tak berperikemanusiaan."
"Benar,
sekarang apakah yang tinggi ilmu itu orang yang pandai membaca kitab atau
ngaji, atau orang alim atau karena keturunan?"
"Menurut
hamba orang yang berilmu tinggi bukan karena ia pintar ngaji. Sebab meskipun
pintar ngaji, ilmunya tinggi tetapi kalau pikirannya takabur suka ingkar janji,
dia bukan orang alim dan bukan pula orang baik," jawabnya.
"Jawabanmu
semua benar. Sekarang pilih salah seorang mana yang harus aku hidupkan
kembali," kata suara itu. Yudhistira tampak bingung siapa yang harus ia
pilih. Menurut kata hati Arjunalah pilihannya. Selain satu ibu. dia merupakan
andalan jika ada kerusuhan. Tapi pilihan itu segera hilang dari ingatannya,
manakala pertimbangan rasa tertuju kepada si kembar yang sudah tidak beribu.
Jika memilih Arjuna. selain akan sedih
arwahnya, juga sangat tak adil. Maka akhirnya pilihan jatuh kepada Nakula yang
segera ia sampaikan kepada si penunggu kolam. "Hamba memilih Nakula,
tuan." "Mengapa engkau memilih Nakula. Bukankah Arjuna lebih penting
untuk tenaga andalanmu, lagi pula seibu?" tanya suara itu.
"Bagi
hamba bukan soal penting atau tidaknya, tetapi keadilannya. Dengan memilih
Nakula, maka kedua ibu hamba akan sama-sama merasa senang. Dari ibu Kunti
kehilangan Arjuna, sedangkan dari ibu Madrim kehilangan Sadewa. Bukankah
pilihan itu cukup adil," jawab Yudhistira.
"Benar-benar
engkau kekasih Yang Manon. Kau manusia berbudi luhur, sabar dan cinta keadilan.
Tapi mengapa engkau lebih berat kepada adil dari pada kasih sayang?"
tanyanya lagi.
"Sebab
adil harus jauh dari sifat serakah. Jika hanya kasih atau sayang saja, maka ia
akan menyalahkan yang benar membenarkan yang salah. Yang buruk seperti bagus,
yang kotor seperti bersih, yang dilihat hanya bagusnya saja. Wataknya masih
suka menghilangkan kebenaran mengaburkan penglihatan," Yudhistira
menegaskan pendiriannya. Suara itu tak menjawab lagi, sebagai gantinya Batara
Dharma, dewa keadilan, telah berdiri di hadapan Yudhistira seraya bersabda:
"Anakku, engkau benar benar MUSTIKANING MANUSIA. Sebagai imbalannya ketiga
saudaramu akan kuhidupkan kembali," tukasnya, yang tak lain adalah suara
yang tanpa rupa tadi(Batara Dharma).
Betapa
gembirannya Yudhistira dapat berkumpul kembali dengan adik-adiknya. Kemudian
mereka melanjutkan pengembaraannya menyusuri hutan-hutan belantara dengan tabah
dan tawakal.
Sesanti
Dupi Agomo Ageming Aji, Dados Priyayi Ing Teladan
Bumi.
Dan menjadi manusia yang dihargai dalam kehidupannya di muka Bumi.
https://keluargagrahaprima.blogspot.com/2023/11/ https://albumjepretanku.blogspot.com/2023/11/
https://hiburankita2019.blogspot.com
https://www.facebook.com/kakangserayupinuju
https://bangunjiwamu12.blogspot.com/
https://papurgragrahaprima.blogspot.com/
https://delesidorejo12.blogspot.com/ https://mbahredjosidorejo.blogspot.com/
https://hiburankita2019.blogspot.com
https://www.facebook.com/kakangserayupinuju
https://bangunjiwamu12.blogspot.com/
https://papurgragrahaprima.blogspot.com/
https://delesidorejo12.blogspot.com/ https://mbahredjosidorejo.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar